Petani Pohon Aren/Ist Manadotopnews.com - Terkait produksi minuman keras (Miras) berbahan dasar dari Pohon Aren disejumlah daerah...
Petani Pohon Aren/Ist |
Manadotopnews.com - Terkait produksi minuman keras (Miras) berbahan dasar dari Pohon Aren disejumlah
daerah Sulawesi Utara (Sulut) diindikasikan sebagai pemicuh timbulnya
aksi kriminalitas.
Untuk itu, guna menetralisir kondisi ini, khususnya di Ibu Kota Manado serta beberapa daerah di Sulut maka Badan Legislasi (Baleg) DPRD Sulut saat ini tengah merevisi ulang Perda No. 4 tahun 2014 tentang fungsi dan pengendalian serta dampak sosial dari Miras itu sendiri.
Terkait dengan itu, Baleg dalam proses pengkajian Perda tersebut rencananya akan mencantumkan atura tentang batas maksimal produksi dan aturan waktu untuk penjualan Miras serta bentuk-bentuk sangsi bagi pelaku konsumsi miras berlebihan yang dapat memicu lahirnya kejahatan pelanggaran ketertiban sosial masyarakat.
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan, setiap pelaku kriminal yang meresahkan masyarakat itu adalah mereka yang mengkonsumsi miras sebab, ada yang mengakui bahwa khasiat dari miras dapat menyembuhkan beberapa jenis penyakit oleh karenanya miras hanya di konsumsi secukupnya dan tidak berakibat fatal apalagi meresahkan masyarakat tergangtung siapa dan sebagai apa miras itu di konsumsi.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Hanny Wakari, salah satu pengusaha produksi Miras di Sulut. Dirinya mengaku, pabrik miras PT. Minaesa miliknya dimana dalam sehari dapat memproduksi miras sebanyak 10.000 sampai dengan 20.000 liter perharinya, dengan demikian dikatakannya dari hasil produksi itu omset yang dia miliki dalam waktu sehari mencapai Rp.100 juta.
"Perlu kita ketahui bahwa Pohon Aren adalah komuditi ke tiga di Sulut setelah petani cengkih dan kelapa, oleh karena itu, perlu di pertimbangkan juga sebelum pembatasan produksi miras harus dibuat dalam Perda ini karena aturan tersebut jika di gunakan maka, secara tidak langsung akan mempersulit masyarakat yang mendapatkan penghasilan lewat produksi miras," kata pemilik pabrik itu ke Baleg dan stacholder beberapa hari lalu.
Lanjut Wakari, jika hal tersebut masih menjadi pertimbangan maka munurutnya produksi miras bisa saja di kurangi ataupun di hilangkan dengan catatan pemerintah harus menaikkan harga gula aren sehingga bisa terjadi peralihan produksi dari miras ke gula aren.
"Petani Pohon Aren akan lebih cenderung membuat gula karena selain memberikan hasil yang memuaskan, produksi miras yang beralih ke produksi gula tidak lagi memberi dampak negatif melainkan hal positif karena secara tidak langsung, pemerintah daerah melui aturan tersebut akan menambah pendapatan asli daerah (PAD)," tutur Wakari. (*/dk/sh)
Untuk itu, guna menetralisir kondisi ini, khususnya di Ibu Kota Manado serta beberapa daerah di Sulut maka Badan Legislasi (Baleg) DPRD Sulut saat ini tengah merevisi ulang Perda No. 4 tahun 2014 tentang fungsi dan pengendalian serta dampak sosial dari Miras itu sendiri.
Terkait dengan itu, Baleg dalam proses pengkajian Perda tersebut rencananya akan mencantumkan atura tentang batas maksimal produksi dan aturan waktu untuk penjualan Miras serta bentuk-bentuk sangsi bagi pelaku konsumsi miras berlebihan yang dapat memicu lahirnya kejahatan pelanggaran ketertiban sosial masyarakat.
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan, setiap pelaku kriminal yang meresahkan masyarakat itu adalah mereka yang mengkonsumsi miras sebab, ada yang mengakui bahwa khasiat dari miras dapat menyembuhkan beberapa jenis penyakit oleh karenanya miras hanya di konsumsi secukupnya dan tidak berakibat fatal apalagi meresahkan masyarakat tergangtung siapa dan sebagai apa miras itu di konsumsi.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Hanny Wakari, salah satu pengusaha produksi Miras di Sulut. Dirinya mengaku, pabrik miras PT. Minaesa miliknya dimana dalam sehari dapat memproduksi miras sebanyak 10.000 sampai dengan 20.000 liter perharinya, dengan demikian dikatakannya dari hasil produksi itu omset yang dia miliki dalam waktu sehari mencapai Rp.100 juta.
"Perlu kita ketahui bahwa Pohon Aren adalah komuditi ke tiga di Sulut setelah petani cengkih dan kelapa, oleh karena itu, perlu di pertimbangkan juga sebelum pembatasan produksi miras harus dibuat dalam Perda ini karena aturan tersebut jika di gunakan maka, secara tidak langsung akan mempersulit masyarakat yang mendapatkan penghasilan lewat produksi miras," kata pemilik pabrik itu ke Baleg dan stacholder beberapa hari lalu.
Lanjut Wakari, jika hal tersebut masih menjadi pertimbangan maka munurutnya produksi miras bisa saja di kurangi ataupun di hilangkan dengan catatan pemerintah harus menaikkan harga gula aren sehingga bisa terjadi peralihan produksi dari miras ke gula aren.
"Petani Pohon Aren akan lebih cenderung membuat gula karena selain memberikan hasil yang memuaskan, produksi miras yang beralih ke produksi gula tidak lagi memberi dampak negatif melainkan hal positif karena secara tidak langsung, pemerintah daerah melui aturan tersebut akan menambah pendapatan asli daerah (PAD)," tutur Wakari. (*/dk/sh)